DELEGITIMASI DEMOKRASI OLEH ORGANISASI MUSLIM REVIVALIS: PENDEKATAN ANALISIS WACANA

Main Article Content

Karman Salim

Abstract

Abstrak

Indonesia sebagai negara demokrasi mendapat tantangan dari organisasi Islam-revivalis, salah satunya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebagai organisasi Islam-revivalis, HTI menolak demokrasi, hermeneutika, pluralisme/relativisme, persamaan gender dan cenderung bersifat oposisionalisme. HTI melakukan eksternalisasi wacana antidemokrasi di halaman website-nya, hizbut-tahrir.or.id. Tulisan ini akan membahas wacana delegitimasi tersebut dari sudut apa yang menjadi alasan HTI mendelegitimasi demokrasi dalam wacana di situs HTI. Waktu penelitian ini tahun 2014. Artikel yang dijadikan unit analisis tidak dibatasi menurut waktu tapi berdasarkan diskursus yang terjadi. Penelitian ini juga mengidentifikasi kata-kata yang digunakan untuk mendelegitimasinya. Dengan analisis isi kualitatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa HTI menolak karena dua alasan pokok, sosial-ekonomi dan alasan teologi. Dari aspek sosial-ekonomi, HTI menolak demokrasi karena demokrasi tidak menciptakan kesejahteraan. Mereka yang sejahtera adalah penguasa dan pengusaha. Demokrasi menjadi alat bagi mereka untuk menguras kekayaan alam negeri dan melindungi kepentingan Amerika. Dari aspek teologis, HTI menolak demokrasi karena demokrasi menggiring ke perbuatan syirik (mengambil hak Allah sebagai pembuat aturan hukum). Demokrasi menjadikan pemimpin mengabaikan nilai-nilai spiritual. Bahasa yang digunakan dalam mendelegitimasi wacana demokrasi adalah dengan mengatakan bahwa demokrasi: sistem haram, sistem najis, sistem kufur, tasyabbuh bil kuffar, memiliki cacat bawaan, sistem rusak dan merusak, lokomotif yang membawa gerbong-gerbong kemaksiatan, kemungkaran, dan kezaliman. Selain itu, demokrasi memberi jalan lahirnya pemimpin boneka.

Kata kunci: wacana delegitimasi, demokrasi, organisasi muslim revivalis.

Article Details

Section
Artikel