PASAL KARET UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKRONIK BERMASALAH
Abstract
Wacana Presiden RI merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) patut ditindaklanjuti bawahannya dan DPR. Pasalnya masyarakat sangat mengharapkan regulasi itu diubah. Pasal multitafsir dalam regulasi itu harus diubah demi keadilan. Pasal-pasal karet harus menjadi fokus utama pembenahan UU ITE. Tujuannya melindungi kebebasan berpendapat yang merupakan bagian dari keberlangsungan demokrasi. Pasal-pasal yang diklaim sebagian pihak multitafsir membutuhkan pembuktian dan data yang mendukung. Pasalnya pembuat dan penyebar hoaks harus diberi sanksi. Oleh sebab itu masukan berbagai pihak yang dapat memenuhi aspirasi pubik, sekaligus menjawab kebutuhan bangsa di masa depan sangat dibutuhkan. Kritik, kalau sesuai fakta, itu pendapat yang harus dihormati, tapi kalau bersifat fitnah dan adu domba, harus diproses hukum. UU ITE tidak membungkam kebebasan berpendapat. Namun, itu menyasar pembuat dan penyebar hoaks, fitnah dan adu domba masyarakat. Pemerintah khawatir apabila pengaturan informasi elektronik tidak diatur secara demokratis akan memecah belah persatuan bangsa. Orang lebih leluasa membuat konten tanpa etika. Bahkan, ada pihak yang memproduksi dan menyebarkan konten mengandung unsur kebencian berdasarkan Sara, pornografi, radikalisme, terorisme secara sistematis menggunakan robot, motifnya bisa politik maupun ekonomi. Untuk mencegah kian banyak korban UU ITE, yang trennya kian meningkat, revisi tetap diperkuat dengan memasukkan prinsip keadilan restoratif. Keadilan restoratif merupakan konsep di mana penyelesaian tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban, dan pihak terkait, untuk secara bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan mengedepankan pemulihan kembali keadaan semula dan bukan semata-mata pembalasan.
Kata Kunci: Pasal Karet, UU ITE, revisi