Hegemonic Discourse dan Hegemonic Actor Potensi Konflik Sosial Menjelang Pemilihan Presiden
Isi Artikel Utama
Abstrak
Pemilihan presiden menjadi ajang kontestasi 5 tahunan yang sering menyisakan konflik sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami bagaimana hegemonic discourse yang berkaitan dengan potensi konflik sosial dalam ruang virtual menjelang pemilihan presiden 2024 serta mengetahui bagaimana actor hegemonic yang terlibat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif analisis diskursus Laclau & Mouffe dengan metode pengumpulan data melalui web crawler dan SNA (Social Network Analysis). Penelitian ini menemukan bahwa; Pertama, hegemonic discourse potensi konflik sosial menjelang pemilihan presiden terbagi menjadi dua yaitu (1) diskursus potensi konflik SARA dan (2) diskursus potensi konflik politik. Konflik SARA merujuk pada potensi konflik suku dan agama. Potensi konflik politik yang terjadi di ruang virtual ditemukan pada ketiga kandidat bakal calon presiden yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Potensi konflik politik lainnya yaitu konflik politik yang berisi penolakan-penolakan dari ketiga bakal calon presiden. Kedua, Hegemonic Actor dalam diskursus menjelang pemilihan presiden didominasi oleh non state actor atau aktor-aktor intelektual dan buzzer yang terhubung dengan jaringan sesama pendukung, dan bukan berasal dari state actor dan online news (industri media online). Selain Actor Hegemonic, kontestasi aktor-aktor pada diskursus pemilihan presiden terbagi dalam empat kluster aktor utama, yakni kluster pendukung Anies Baswedan, Erick Thohir, Ganjar Pranowo, dan online news.
Rincian Artikel
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Kebijakan yang diajukan untuk jurnal yang menawarkan akses terbuka
Syarat yang harus dipenuhi oleh Penulis sebagai berikut:- Penulis menyimpan hak cipta dan memberikan jurnal hak penerbitan pertama naskah secara simultan dengan lisensi di bawah Creative Commons Attribution License yang mengizinkan orang lain untuk berbagi pekerjaan dengan sebuah pernyataan kepenulisan pekerjaan dan penerbitan awal di jurnal ini.
- Penulis bisa memasukkan ke dalam penyusunan kontraktual tambahan terpisah untuk distribusi non ekslusif versi kaya terbitan jurnal (contoh: mempostingnya ke repositori institusional atau menerbitkannya dalam sebuah buku), dengan pengakuan penerbitan awalnya di jurnal ini.
- Penulis diizinkan dan didorong untuk mem-posting karya mereka online (contoh: di repositori institusional atau di website mereka) sebelum dan selama proses penyerahan, karena dapat mengarahkan ke pertukaran produktif, seperti halnya sitiran yang lebih awal dan lebih hebat dari karya yang diterbitkan. (Lihat Efek Akses Terbuka).
Referensi
Fany, L. (2018). Isu Sara (Suku Agama, Ras Antar Golongan) dalam Pemilu/Pilkada. 154–170.
Farkas, J., & Schou, J. (2018). Fake News as a Floating Signifier: Hegemony, Antagonism and the Politics of Falsehood. Javnost, 25(3), 298–314. https://doi.org/10.1080/13183222.2018.1463047
Haryadi Santoso, D. (2014). Mobilisasi Sosial dalam Ruang Virtual: Social mobilization in the Virtual Space: Study of Virtual Ethnography on www.sedekahrombongan.com. Jurnal Pekommas, 17(1), 1–8. www.sedekahrombongan.com,
Jorgensen, M., & Phillips, L. J. (2002). Discourse Analysis as Theory and Method. SAGE Publication.
Juditha, C. (2019). Comparison of SARA Issues Sentiment between Online News Portal and Social Media Towards the 2019 Election. Journal Pekommas, 4(1), 61. https://doi.org/10.30818/jpkm.2019.2040107
Kasra, M. (2017). Vigilantism, public shaming, and social media hegemony: The role of digital-networked images in humiliation and sociopolitical control. Communication Review, 20(3), 172–188. https://doi.org/10.1080/10714421.2017.1343068
Lestari, Y. S. (2018). Politik Identitas Di Indonesia : Antara Nasionalisme Dan Agama. Journal of Politics and Policy, 1(1), 19–30.
Miranda, S. M., Young, A., & Yetgin, E. (2016). Are social media emancipatory or hegemonic? Societal effects of mass media digitization in the case of the SOPA discourse. MIS Quarterly: Management Information Systems, 40(2), 303–329. https://doi.org/10.25300/MISQ/2016/40.2.02
Narwaya, T. G. (2021). Discourse Analysis in the Perspective of Ernesto Laclau and Chantal Mouffe. Journal Communication Spectrum, 11(1), 1–11. https://doi.org/10.36782/jcs.v1i1.2106
Rousseau, E. O. & R. (2014). Journal of Information Science. Journal of Information Science, 28(December 2002), 441–453. https://doi.org/10.1177/016555150202800601
Santoso, D. H. (2021). New Media and Nationalism in Indonesia : An Analysis of Discursive Nationalism in Online News and Social Media after the 2019 Indonesian Presidential Election. Malaysian Journal of Communication, 37(2), 289–304. https://doi.org/10.17576/JKMJC-2021-3702-18
Santoso, D. H., Aziz, J., Pawito, Utari, P., & Kartono, D. T. (2020). Populism in New Media : The Online Presidential Campaign Discourse in Indonesia. Gema Journal, 20(May), 115–133. https://doi.org/10.17576/gema-2020-2002-07 Populism
Sarah, O. (2014). Russian State Narrative in the Digital Age: Rewired Propaganda in Russian Television News Framing of Malaysia Airlines Flight 17. American Political Science Association Annual Meeting, August, 1–18.
Sarwoprasodjo, S., & Lubis, D. P. (2019). Google Trends dan Analisis Pengelolaan Konflik Sosial di Ruang Publik Virtual. Jurnal Ilmu Komunikasi, 18(1), 51–66.
Suyati. (2021). Dampak Media Sosial Terhadap Konflik di Masyarakat. Jurnal Petik, 7(1), 30–36.
Triantoro, D. A. (2019). Konflik Sosial dalam Komunitas Virtual di Kalangan Remaja. 13(April), 135–150. https://doi.org/10.20885/komunikasi.vol13.iss2.art2
Wasisto, R. J. (2021). Fenomena Kemunduran Demokrasi Indonesia 2021. 2021, 27.
Wu, Y., & Duan, Z. (2015). Social network analysis of international scientific collaboration on psychiatry research. International Journal of Mental Health System, 9(2), 1–10.